Tuesday, November 25, 2008

Kenduri arwah bukan masalah khilafiah tetapi bidaah yang dicela


Seorang sahabat bertanya tentang kenduri arwah- menjamu org ramai dari keluarga simati sempena kematian). Saya mengatakan ia adalah bidaah yang tercela berdasarkan fakta berikut :

1- Nabi Muhammad SAW menyuruh sahabat membuat makanan untuk keluarga Jaafar bin Abu Thalib selepas kesyahidannya. Dan Nabi menerangkan sebabnya agar menghilangkan kegusaran dan kesedihan keluarga Jaafar RA. Bukan sebaliknya..kerana bersedekah itu ibadah

2- Di dalam musnad Imam ahmad dan ibnu Majah dari riwayat yang sahih bahawa Jabir Bin Abdillah RA mangatakan bahawa " Kami (sahabat RA)menganggap berhimpun makan dirumah si mati itu adalah sebahagian dari meratap yang dilarang.

Di sini saya bawa sebahagian kitab yang melarang kenduri arwah. sebahagiannya kitab mu'tabar dalam mazhab Syafie :

1) Pengarang kitab Furu' Masail
2) Pengarang kitab Bughyatut tullab
3) Pengarang kitab Sabiilul muhtadin
4) Pengaranag kitab i'anatut taalibin
5) Pengarang kitab hasyatul Qalyubi Wal Umaira
6) Pengarang kitab Mughni Muhtaj
7) Pengarang kitab Bahrul Mazi - syeikh Idris Al Marbawi jld 7 m/s 128
8) Pengarang kitab Fiqh al islami wa adilatih - Dr Wahbah Az zuhaili
9) Fiqhul Minhaji - Dr Mustafa Khin dan Dr Mustafa Bugha
10)Majmu' - Imam Nawawi
11)Tafsir Al Azhar - Pro.Dr Hamka

Ulama' terkenal Malaysia yang membidaahkan kenduri arwah yang saya tahu dan ada diantaranya saya dengar sendiri :

1-T.g. Dato Nik abdul Aziz Nik Mat
2-Pro Dr. Harun Din
3-Ustaz Mohamad Daud Iraqi
4-Ustaz Hashim Jasin
5-Dr Harun Taib
6-Ustaz yahya Othman
7-Maulana Asri yusuf
8-Dr Asri Zainal abidin
9-Ustaz Shamsuri Ahmad (lihat dlm youtube)
10-dll

Wednesday, November 19, 2008

Jalan Salafiyah

Salafiyah adalah pensifatan yang diambil dari kata سَلَفٌ (Salaf) yang berarti mengikuti jejak, manhaj dan jalan Salaf. Dikenal juga dengan nama سَلَفِيُّوْنَ (Salafiyyun). iaitu bentuk jamak dari kata Salafy yang bererti orang yang mengikuti Salaf. Dan juga kadang kita dengar penyebutan para 'ulama Salaf dengan nama As-Salaf Ash-Sholeh (pendahulu yang sholeh).

Dari keterangan di atas secara global sudah boleh dipahami apa yang dimaksud dengan Salafiyah. Tapi kami akan menjelaskan tentang makna Salaf menurut para 'ulama dengan harapan bisa mengikis anggapan/penafsiran bahwa dakwah Salafiyah adalah suatu organisasi, kelompok, aliran baru dan sangkaan-sangkaan lain yang salah dan menodai kesucian dakwah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alahi wa alihi wa sallam ini.
Kata Salaf ini mempunyai dua definisi ; dari sisi bahasa dan dari sisi istilah.

Definisi Salaf secara bahasa
Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul 'Arab : “Dan As-Salaf juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan kerabatmu yang mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan karena itulah generasi pertama dikalangan tabi'in mereka dinamakan As-Salaf Ash-Sholeh”.
Berkata Al-Manawi dalam At-Ta'arif jilid 2 hal.412 : “As-Salaf bermakna At-Taqoddum (yang terdahulu). Jamak dari salaf adalah أََسْلاَفٌ (aslaf)”.
Masih banyak rujukan lain tentang makna salaf dari sisi bahasa yang ini dapat dilihat dalam Mauqif Ibnu Taimiyyah minal 'asya'irah jilid 1 hal.21.

Jadi erti Salaf secara bahasa adalah yang terdahulu, yang awal dan yang pertama. Mereka dinamakan Salaf karena mereka adalah generasi pertama dari ummat Islam.

Definisi Salaf secara Istilah
Istilah Salaf dikalangan para 'ulama mempunyai dua makna ; secara khusus dan secara umum.

Pertama : Makna Salaf secara khusus adalah generasi permulaan ummat Islam dari kalangan para shahabat, Tabi'in (murid-murid para Shahabat), Tabi'ut Tabi'in (murid-murid para Tabi’in) dalam tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan dalam hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim dan lain-lainnya dimana Rasulullah shallallahu 'alahi wa alihi wa sallam menyatakan :


خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ


“Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”.

Makna khusus inilah yang diinginkan oleh banyak ‘ulama ketika menggunakan kalimat Salaf dan saya akan menyebutkan beberapa contoh dari perkataan para 'ulama yang mendefinisikan Salaf dengan makna khusus ini atau yang menggunakan istilah Salaf dan mereka inginkan dengannya makna Salaf secara khusus.

Berkata Al-Bajury dalam Syarah Jauharut Tauhid hal.111 : “Yang dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang terdahulu dari para Nabi dan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka”.

Berkata Al-Qolasyany dalam Tahrirul Maqolah Syarah Ar-Risalah : “As-Salaf Ash-Sholeh iaitu generasi pertama yang berada di atas ilmu, yang mengikuti petunjuk Nabi shollahu 'alahi wa alihi wa sallam lagi menjaga sunnah-sunnah beliau. Allah memilih mereka untuk bersahabat dengan Nabi-Nya dan memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya dan mereka itulah yang diredhai oleh para Imam ummat (Islam) dan mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad dan mereka mencurahkan (seluruh kemampuan mereka) dalam menasihati ummat dan memberi manfaat kepada mereka dan mereka menyerahkan diri-diri mereka dalam menggapai keredhaan Allah”.

Dan berkata Al-Ghazaly memberikan pengertian terhadap kata As-Salaf dalam Iljamul 'Awwam ‘An ‘ilmil Kalam hal.62 : “Yang saya maksudkan dengan salaf adalah madzhabnya para shahabat dan Tabi'in”.

Lihat Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy hal.31 dan Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal.18-19.

Berkata Abul Hasan Al-Asy'ary dalam Kitab Al-Ibanah Min Ushul Ahlid Diyanah hal.21 : “Dan (diantara yang) kami yakini sebagai agama adalah mencintai para ‘ulama salaf yang mereka itu telah dipilih oleh Allah ‘Azza Wa Jalla untuk bershahabat dengan Nabi-Nya dan kami memuji mereka sebagaimana Allah memuji mereka dan kami memberikan loyalitas kepada mereka seluruhnya”.

Berkata Ath-Thahawy dalam Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah : “Dan ulama salaf dari generasi yang terdahulu dan generasi yang setelah mereka dari kalangan Tabi'in (mereka adalah) Ahlul Khair (ahli kebaikan) dan Ahli Atsar (hadits) dan ahli fiqh dan telaah (peneliti), tidaklah mereka disebut melainkan dengan kebaikan dan siapa yang menyebut mereka dengan kejelekan maka dia berada di atas selain jalan (yang benar)”.

Dan Al-Lalika`i dalam Syarah Ushul I'tiqod Ahlis Sunnah Wal Jama'ah jilid 2 hal.334 ketika beliau membantah orang yang mengatakan bahwa Al-Qura dialah yang berada di langit, beliau berkata : “Maka dia telah menyelisihi Allah dan Rasul-Nya dan menolak mukjizat Nabi-Nya dan menyelisihi para salaf dari kalangan Shahabat dan tabi'in dan orang-orang setelahnya dari para ‘ulama ummat ini".

Berkata Al-Baihaqy dalam Syu'abul Iman jilid 2 hal.251 tatkala beliau menyebutkan pembagian ilmu, beliau menyebutkan diantaranya : “Dan mengenal perkataan-perkataan para salaf dari kalangan shahabat, Tabi'in dan orang-orang setelah mereka”.

Dan berkata Asy-Syihristany dalam Al-Milal Wa An-Nihal jilid 1 hal.200 : "Kemudian mengetahui letak-letak ijma' (kesepakatan) shahabat, Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in dari Salafus Sholeh sehingga ijtihadnya tidak menyelisihi ijma' (mereka)".

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Bayan Talbis Al-Jahmiyah jilid 1 hal.22 : "Maka tidak ada keraguan bahwasanya kitab-kitab yang terdapat di tangan-tangan manusia menjadi saksi bahwasanya seluruh salaf dari tiga generasi pertama mereka menyelesihinya".

Dan berkata Al-Mubarakfury dalam Tuhfah Al-Ahwadzy jilid 9 hal.165 : "…Dan ini adalah madzhab Salafus Sholeh dari kalangan shahabat dan Tabi'in dan selain mereka dari para 'ulama -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka seluruhnya-".

Dan hal yang sama dinyatakan oleh Al-’Azhim Abady dalam 'Aunul Ma'bud jilid 13 hal.7.

Kedua : Makna salaf secara umum adalah tiga generasi terbaik dan orang-orang setelah tiga generasi terbaik ini, sehingga mencakup setiap orang yang berjalan di atas jalan dan manhaj generasi terbaik ini.

Dan berkata Al-'Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly dalam Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa Sawathi' Al-Asrar Al-Atsariyyah jilid 1 hal.20 : “Yang diinginkan dengan madzhab salaf yaitu apa-apa yang para shahabat yang mulia -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka- berada di atasnya dan para Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik dan yang mengikuti mereka dan para Imam agama yang dipersaksikan keimaman mereka dan dikenal perannya yang sangat besar dalam agama dan manusia menerima perkataan-perkataan mereka…”.

Berkata Ibnu Abil 'Izzi dalam Syarah Al ‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal.196 tentang perkataan Ath-Thohawy bahwasanya Al-Qur`an diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala : "Yakni merupakan perkataan para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan mereka itu adalah Salafus Sholeh".

Dan berkata Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan dalam Nazharat Wa Tu'uqqubat 'Ala Ma Fi Kitab As-Salafiyah hal.21 : “Dan kata Salafiyah digunakan terhadap jama'ah kaum mukminin yang mereka hidup di generasi pertama dari generasi-generasi Islam yang mereka itu komitmen di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan shahabat Muhajirin dan Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati mereka dengan sabdanya : "Sebaik-baik manusia adalah zamanku kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya....".

Dan beliau juga berkata dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah 'An As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah hal.103-104 : "As-Salafiyah adalah orang-orang yang berjalan di atas Manhaj Salaf dari kalangan Shahabat dan tabi'in dan generasi terbaik, yang mereka mengikutinya dalam hal aqidah, manhaj, dan metode dakwah".

Dan berkata Syaikh Nashir bin ‘Abdil Karim Al-‘Aql dalam Mujmal Ushul I'tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama'ah hal.5 : "As-Salaf, mereka adalah generasi pertama ummat ini dari para shahabat, tabi'in dan imam-imam yang berada di atas petunjuk dalam tiga generasi terbaik pertama. Dan kalimat As-Salaf juga digunakan kepada setiap orang yang berada pada setelah tiga generasi pertama ini yang meniti dan berjalan di atas manhaj mereka".

Asal Penamaan Salaf Dan Penisbahan Diri Kepada Manhaj Salaf

Asal penamaan Salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya Fathimah radihyallahu ‘anha :

فَإِنَّهُ نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ

“Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya". Dikeluarkan oleh Bukhary no.5928 dan Muslim no.2450.

Maka jelaslah bahwa penamaaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah perkara yang mempunyai landasan (pondasi) yang sangat kuat dan sesuatu yang telah lama dikenal tapi karena kebodohan dan jauhnya kita dari tuntunan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka muncullah anggapan bahwa manhaj salaf itu adalah suatu aliran, ajaran, atau pemahaman baru, dan anggapan-anggapan lainnya yang salah.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 4 hal 149 : “Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya, bahkan wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan (para ulama). Karena sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran”.

Berikut ini saya akan memberikan beberapa contoh untuk menunjukkan bahwa penggunaan nama salaf sudah lama dikenal.

Berkata Imam Az-Zuhry (wafat 125 H) tentang tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya : “Saya telah mendapati sekelompok dari para ulama salaf mereka bersisir dengannya dan mengambil minyak darinya, mereka menganggap (hal tersebut) tidak apa-apa”. Lihat : Shohih Bukhary bersama Fathul Bary jilid 1 hal.342.

Tentunya yang diinginkan dengan ‘ulama salaf oleh Az-Zuhry adalah para shahabat karena Az-Zuhry adalah seorang Tabi’i (generasi setelah shahabat).

Dan Sa’ad bin Rasyid (wafat 213 H) berkata : “Adalah para salaf, lebih menyenangi tunggangan jantan karena lebih cepat larinya dan lebih berani”. Lihat : Shohih Bukhary dengan Fathul Bary jilid 6 hal.66 dan Al-Hafizh menafsirkan kata salaf : “Yaitu dari shahabat dan setelahnya”.

Berkata Imam Bukhary (wafat 256 H) dalam Shohihnya dengan Fathul Bary jilid 9 hal.552 : “Bab bagaimana para ‘ulama salaf berhemat di rumah-rumah mereka dan di dalam perjalanan mereka dalam makanan, daging dan lainnya”.

Imam Ibnul Mubarak (wafat 181 H) berkata : “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena ia mencerca para ‘ulama salaf”. Baca : Muqoddimah Shohih Muslim jilid 1 hal.16.

Tentunya yang diinginkan dengan kata salaf oleh Imam Bukhary dan Ibnul Mubarak tiada lain kecuali para shahabat dan tabi’in.

Dan juga kalau kita membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan nasab, akan didapatkan para ’ulama yang menyebutkan tentang nisbah Salafy (penisbahan diri kepada jalan para ‘ulama salaf), dan ini lebih memperjelas bahwa nisbah kepada manhaj salaf juga adalah sesuatu yang sudah lama dikenal dikalangan para ‘ulama.

Berkata As-Sam'any dalam Al-Ansab jilid 3 hal.273 : "Salafy dengan difathah (huruf sin-nya) adalah nisbah kepada As-Salaf dan mengikuti madzhab mereka".

Dan berkata As-Suyuthy dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal.22 : "Salafy dengan difathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf".

Dan saya akan menyebutkan beberapa contoh para ‘ulama yang dinisbahkan kepada manhaj (jalan) para ‘ulama salaf untuk menunjukkan bahwa mereka berada diatas jalan yang lurus yang bersih dari noda penyimpangan :

1. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.183 setelah menyebutkan hikayat bahwa Ya'qub bin Sufyan Al-Fasawy rahimahullah menghina ‘Utsman bin 'Affan radhiyallahu ‘anhu : “Kisah ini terputus, Wallahu A’lam. Dan saya tidak mengetahui Ya'qub Al-Fasawy kecuali beliau itu adalah seorang Salafy, dan beliau telah mengarang sebuah kitab kecil tentang As-Sunnah”.

2. Dan dalam biografi ‘Utsman bin Jarzad beliau berkata : “Untuk menjadi seorang Muhaddits (ahli hadits) diperlukan lima perkara, kalau satu perkara tidak terpenuhi maka itu adalah suatu kekurangan. Dia memerlukan : Aqal yang baik, agama yang baik, dhobth (hafalan yang kuat), kecerdikan dalam bidang hadits serta dikenal darinya sifat amanah".

Kemudian Adz-Dzahaby mengomentari perkataan tersebut, beliau berkata : "Amanah merupakan bagian dari agama dan hafalan bisa masuk kepada kecerdikan. Adapun yang dibutuhkan oleh seorang hafizh (penghafal hadits) adalah : Dia harus seorang yang bertaqwa, pintar, ahli nahwu dan bahasa, bersih hatinya, senantiasa bersemangat, seorang salafy, cukup bagi dia menulis dengan tangannya sendiri 200 jilid buku hadits dan memiliki 500 jilid buku yang dijadikan pegangan dan tidak putus semangat dalam menuntut ilmu sampai dia meninggal dengan niat yang ikhlas dan dengan sikap rendah diri. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat ini maka janganlah kamu berharap”. Lihat dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.280.

3. Dan Adz-Dzahaby berkata tentang Imam Ad-Daraquthny : “Beliau adalah orang yang tidak akan pernah ikut serta mempelajari ilmu kalam (ilmu mantik) dan tidak pula ilmu jidal (ilmu debat) dan beliau tidak pernah mendalami ilmu tersebut, bahkan beliau adalah seorang salafy". Baca Siyar A’lam An-Nubala`jilid 16 hal.457.

4. Dan dalam Tadzkirah Al-Huffazh jilid 4 hal.1431 dalam biografi Ibnu Ash-Sholah, berkata Imam Adz-Dzahaby : “Dan beliau adalah seorang Salafy yang baik aqidahnya". Dan lihat : Thobaqot Al-Huffazh jilid 2 hal.503 dan Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.142.

5. Dalam biografi Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Isa bin ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdasy, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Beliau adalah seorang yang terpercaya, tsabt (kuat hafalannya), pandai, seorang Salafy…". Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.18.

6. Dan dalam Biografi Abul Muzhoffar Ibnu Hubairah, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Dia adalah seorang yang mengetahui madzhab dan bahasa arab dan ilmu 'arudh, seorang salafy, atsary". Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal.426.

7. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam biografi Imam Az-Zabidy : “Dia adalah seorang Hanafy, Salafy". Baca Siyar A’lam An-Nubala`jilid 20 hal.316.

8. Dan dalam Biografi Musa bin Ibrahim Al-Ba'labakky, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Dan demikian pula beliau seorang perendah hati, seorang Salafy”. Lihat : Mu'jamul Muhadditsin hal.283.

9. Dan dalam biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrony, Imam Adz-Dzahaby Berkata : "Dia seorang yang beragama, orang yang sangat baik, seorang Salafy”. Lihat : Mu'jam Asy-Syuyukh jilid 2 hal.280 (dinukil dari Al-Ajwibah Al-Mufidah hal.18).

10. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam Lisanul Mizan Jilid 5 hal.348 dalam biografi Muhammad bin Qasim bin Sufyan Abu Ishaq : "Dan Ia adalah Seorang yang bermadzhab Salafy”.

Penamaan-Penamaan Lain Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Sebelum terjadi fitnah bid'ah perpecahan dan perselisihan dalam ummat ini, ummat Islam tidak dikenal kecuali dengan nama Islam dan kaum muslimin, kemudian setelah terjadinya perpecahan dan munculnya golongan-golongan sesat yang mana setiap golongan menyerukan dan mempropagandakan bid'ah dan kesesatannya dengan menampilkan bid'ah dan kesesatan mereka di atas nama Islam, maka tentunya hal tersebut akan melahirkan kebingungan ditengah-tengah ummat. Akan tetapi Allah Maha Bijaksana dan Maha Menjaga agama-Nya. Dialah Allah yang berfirman :


إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ


"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya”. (Q.S. Al Hijr ayat 9).

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :


لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ


“Terus menerus ada sekelompok dari ummatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang mencerca mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu”.

Maka para ‘ulama salaf waktu itu yang merupakan orang-orang yang berada di atas kebenaran dan yang paling memahami aqidah yang benar dan tuntunan syari'at Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang murni yang belum ternodai oleh kotoran bid'ah dan kesesatan, mulailah mereka menampakkan penamaan-penamaan syari’at diambil dari Islam guna membedakan pengikut kebenaran dari golongan-golongan sesat tersebut.

Berkata Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah :


لَمْ يَكُوْنُوْا يَسْأَلُوْنَ عَنِ الْإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوْا سَمّوْا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ


“Tidaklah mereka (para ‘ulama) bertanya tentang isnad (silsilah rawi). Tatkala terjadi fitnah mereka pun berkata : “Sebutkanlah kepada kami rawi-rawi kalian maka dilihatlah kepada Ahlus Sunnah lalu diambil hadits mereka dan dilihat kepada Ahlil bid’ah dan tidak diambil hadits mereka””.

Maka Ahlus Sunnah Wal Jama’ah selain dikenal sebagai Salafiyah, mereka juga mempunyai penamaan lain yang menunjukkan ciri dan kriteria mereka.

Berikut ini kami akan mencoba menguraikan penamaan-penamaan tersebut dengan ringkas.

1. AL-FIRQOH AN-NAJIYAH

Al-Firqoh An-Najiyah artinya golongan yang selamat. Penamaan ini diambil dari apa yang dipahami dari hadits perpecahan ummat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :


افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ وَ فِيْ رِوَايَةٍ : مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيِوْمَ وَأَصْحَابِيْ.


“Telah terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al-Jama’ah dalam satu riwayat : “Apa yang aku dan para shahabatku berada di atasnya sekarang ini”. Hadits shohih, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Dzilalil Jannah dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain rahimahumullah.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Minhaj As-sunnah jilid 3 hal.345 : “Maka apabila sifat Al-Firqoh An-Najiyah mengikuti para shahabat di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu adalah syi'ar (ciri, simbol) Ahlus Sunnah maka Al-Firqoh An-Najiyah mereka adalah Ahlus Sunnah”.

Dan beliau juga menyatakan dalam Majmu' Al Fatawa jilid 3 hal.345 : “Karena itu beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) menyifati Al-Firqoh An-Najiyah bahwa ia adalah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dan mereka adalah jumhur yang paling banyak dan As-Sawad Al-A’zhom (kelompok yang paling besar)”.

Berkata Syaikh Hafizh Al-Hakamy : “Telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -yang selalu benar dan dibenarkan- bahwa Al-Firqoh An-Najiyah mereka adalah siapa yang di atas seperti apa yang beliau dan para shahabatnya berada di atasnya, dan sifat ini hanyalah cocok bagi orang-orang yang membawa dan menjaga sifat itu, tunduk kepadanya lagi berpegang teguh dengannya. mereka yang saya maksud ini adalah para imam hadits dan para tokoh (pengikut) Sunnah”. Lihat Ma'arijul Qobul jilid 1 hal.19.

Maka nampaklah dari keterangan di atas asal penamaan Al-Firqoh An-Najiyah dari hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam.

Diringkas dari : Mauqif Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Min Ahli Ahwa`i Wal Bid’ah jillid 1 hal.54-59.

Dan Berkata Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wad'iy rahimahullah setelah meyebutkan dua hadits tentang perpecahan ummat : “Dua hadits ini dan hadits-hadits yang semakna dengannya menunjukkan bahwa tidak ada yang selamat kecuali satu golongan dari tujuh puluh tiga golongan, dan adapun golongan-golongan yang lain di Neraka, (sehingga) mengharuskan setiap muslim mencari Al-Firqoh An-Najiyah sehingga teratur menjalaninya dan mengambil agamanya darinya”. Lihat Riyadhul Jannah Fir Roddi 'Ala A’da`is Sunnah hal.22.

2. ATH-THOIFAH AL MANSHUROH

Ath-Thoifah Al-Manshuroh artinya kelompok yang mendapatkan pertolongan. Penamaan ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :


لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ


“Terus menerus ada sekelompok dari ummatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang mencerca mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu”. Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Tsauban dan semakna dengannya diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim dari hadits Mughiroh bin Syu’bah dan Mu’awiyah dan diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah. Dan hadits ini merupakan hadits mutawatir sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho` Ash-Shirath Al-Mustaqim 1/69, Imam As-Suyuthy dalam Al-Azhar Al-Mutanatsirah hal.216 dan dalam Tadrib Ar-Rawi, Al Kattany dalam Nazhom Al-Mutanatsirah hal.93 dan Az-Zabidy dalam Laqthul `Ala`i hal.68-71. Lihat : Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf.

Berkata Imam Bukhary tentang Ath-Thoifah Al-Manshuroh : “Mereka adalah para 'ulama”.

Berkata Imam Ahmad : “Kalau mereka bukan Ahli Hadits saya tidak tahu siapa mereka”.

Al-Qodhi Iyadh mengomentari perkataan Imam Ahmad dengan berkata : “Yang diinginkan oleh (Imam Ahmad) adalah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dan siapa yang meyakini madzhab Ahlul Hadits”. Lihat : Mauqif Ahlus Sunnah Wal Jama'ah 1/59-62.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Muqoddimah Al ‘Aqidah Al Washitiyah : “Amma ba’du ; Ini adalah i’tiqod (keyakinan) Al Firqoh An-Najiyah, (Ath-Thoifah) Al-Manshuroh sampai bangkitnya hari kiamat, (mereka) Ahlus Sunnah”.

Dan di akhir Al ‘Aqidah Al Washitiyah ketika memberikan definisi tentang Ahlus Sunnah, beliau berkata : “Dan mereka adalah Ath-Thoifah Al-Manshuroh yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mereka : “Terus menerus sekelompok dari ummatku diatas kebenaran manshuroh (tertolong) tidak membahayakan mereka orang yang menyelisihi dan mencerca mereka sampai hari kiamat” mudah-mudahan Allah menjadikan kita bagian dari mereka dan tidak memalingkan hati-hati kita setelah mendapatkan petunjuk”.

Lihat : Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal. 97-110.

3. AHLUL HADITS

Ahlul Hadits dikenal juga dengan Ashhabul hadits atau Ashhabul Atsar. Ahlul hadits artinya orang yang mengikuti hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan istilah Ahlul hadits ini juga merupakan salah satu nama dan kriteria Salafiyah atau Ahlus Sunnah Wal Jama'ah atau Ath-Thoifah Al-Manshurah.

Berkata Ibnul Jauzi : “Tidak ada keraguan bahwa Ahlun Naql Wal Atsar (Ahlul Hadits) yang mengikuti jejak-jejak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam mereka di atas jalan yang belum terjadi bid'ah".

Berkata Al-Khathib Al-Baghdady dalam Ar-Rihlah Fii Tholabil Hadits hal.223 : “Dan sungguh (Allah) Rabbul ‘alamin telah menjadikan Ath-Thoifah Al-Manshurah sebagai penjaga agama dan telah dipalingkan dari mereka makar orang-orang yang keras kepala karena mereka berpegang teguh dengan syari’at (Islam) yang kokoh dan mereka mengikuti jejak para shahabat dan tabi’in”.

Dan telah sepakat perkataan para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah bahwa yang dimaksud dengan Ath-Thoifah Al-Manshurah adalah para ‘ulama Salaf Ahlul Hadits. Hal ini ditafsirkan oleh banyak Imam seperti ‘Abdullah bin Mubarak, ‘Ali bin Madiny, Ahmad bin Hambal, Bukhary, Al-Hakim dan lain-lainnya,. Perkataan-perkataan para ‘ulama tersebut diuraikan dengan panjang lebar oleh Syaikh Robi’ bin Hady Al-Madkhaly dan juga Syaikh Al-Albany dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah hadits no.270.

Lihat : Haqiqitul Bid'ah 1/269-272, Mauqif Ibnu Taymiyah 1/32-34, Ahlul Hadits Wa Ath- Thoifah Al-Manshurah An-Najiyah, Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf dan Al-Intishor Li Ashhabil Hadits karya Muhammad ‘Umar Ba Zamul.

4. Al-Ghuraba`

Al-Ghuraba` artinya orang-orang yang asing. Asal penyifatan ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah riwayat Muslim No.145 :


بَدَأَ الْإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ


“Islam mulai muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awal munculnya maka beruntunglah orang-orang asing itu”. Dan hadits ini adalah hadits yang mutawatir.

Berkata Imam Al-Ajurry dalam Sifatil Ghuraba` Minal Mu’minin hal.25 : “Dan perkataan (Nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam “Dan akan kembali asing” maknanya Wallahu A’lam sesungguhnya hawa nafsu yang menyesatkan akan menjadi banyak sehingga banyak dari manusia tersesat karenanya dan akan tetap ada Ahlul Haq yang berjalan diatas syari’at islam dalam keadaan asing di mata manusia, tidakkah kalian mendengar perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Akan terpecah ummatku menjadi 73 golongan semuanya masuk neraka kecuali satu, maka dikatakan siapa mereka yang tertolong itu? maka kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apa-apa yang saya dan para shahabatku berada di atasnya pada hari ini””.

Berkata Imam Ibnu Rajab dalam Kasyful Kurbah fi washfi hali Ahlil Ghurbah hal 22-27 : “Adapun fitnah syubhat (kerancuan-kerancuan) dan pengikut hawa nafsu yang menyesatkan sehingga hal tersebut menyebabkan terpecahnya Ahlul Qiblah (kaum muslimin) dan menjadilah mereka berkelompok-kelompok, sebagian dari mereka mengkafirkan yang lainnya dan mereka menjadi saling bermusuhan, bergolong-golongan dan berpartai-partai setelah mereka dulunya sebagai saudara dan hati-hati mereka diatas hati satu orang (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) sehingga tidak akan selamat dari kelompok-kelompok tersebut kecuali satu golongan yang selamat. Mereka inilah yang disebut dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Terus menerus ada diantara ummatku satu kelompok yang menampakkan kebenaran, tidak mencelakakan mereka orang-orang yang menghinakan dan membenci mereka sampai datang ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala (hari kiamat) dan mereka tetap dalam keadaan tersebut”. Mereka inilah al-Ghuraba` di akhir zaman yang tersebut dalam hadits-hadits ini…”.



Demikianlah penamaan-penamaan syari’at bagi pengikut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan pemahaman para 'ulama salaf, yang apabila dipahami dengan baik akan menambah keyakinan akan wajibnya mengikuti jalan para 'ulama salaf dan kebenaran jalan mereka serta keberuntungan orang-orang yang mengikuti jalan mereka.

Cukuplah sebagai satu keistimewaan yang para salafiyun berbangga dengannya bahwa penamaan-penamaan ini semuanya dari Islam dan menggambarkan Islam hakiki yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentunya hal ini sangat membedakan salafiyun dari ahlu bid'ah yang bernama atau dinamakan dengan penamaan-penamaan yang hanya sekedar menampakkan bid'ah, pimpinan atau kelompok mereka seperti Tablighy nisbah kepada Jama'ah Tabligh yang didirikan oleh Muhammad Ilyas, Ikhwany nisbah kepada gerakan Ikhwanul Muslimin yang dipelopori oleh Hasan Al-Banna, Surury nisbah kepada kelompok atau pemikiran Muhammad Surur Zainal ‘Abidin, Jahmy nisbah kepada Jahm bin Sofwan pembawa bendera bid'ah keyakinan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk. Mu'tazily nisbah kepada kelompok pimpinan 'Atho` bin Washil yang menyendiri dari halaqah Hasan Al-Bashry. Asy'ary nisbah kepada pemikiran Abu Hasan Al-Asy'ary yang kemudian beliau bertobat dari pemikiran sesatnya. Syi'iy nisbah kepada kelompok Syi'ah yang mengaku mencintai keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan masih ada ratusan penamaan lain, sangat meletihkan untuk menyebutkan dan menguraikan seluruh penamaan tersebut, maka nampaklah dengan jelas bahwa penamaan Salafiyun-Ahlus Sunnah Wal Jama'ah-Ath-Thoifah Al-Manshurah-Al-Firqoh An-Najiyah-Ahlul Hadits adalah sangat berbeda dengan penamaan-penamaan yang dipakai oleh golongan-golongan yang menyimpang dari beberapa sisi :

Satu : Penamaan-penamaan syari'at ini adalah nisbah kepada generasi awal ummat Islam yang berada di atas tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka penamaan ini akan mencakup seluruh ummat pada setiap zaman yang berjalan sesuai dengan jalan generasi awal tersebut baik dalam mengambil ilmu atau dalam pemahaman atau dalam berdakwah dan lain-lainnya.

Dua : Kandungan dari penamaan-penamaan syari'at ini hanyalah menunjukkan tuntunan Islam yang murni yaitu Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa ada penambahan atau pengurangan sedikit pun.

Tiga : Penamaan-penamaan ini mempunyai asal dalil dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Empat : Penamaan-penamaan ini hanyalah muncul untuk membedakan antara pengikut kebenaran dari jalan para pengekor hawa nafsu dan golongan-golongan sesat, dan sebagai bantahan terhadap bid'ah dan kesesatan mereka.

Lima : Ikatan wala' (loyalitas) dan baro' (kebencian, permusuhan) bagi orang-orang yang bernama dengan penamaan ini, hanyalah ikatan wala' dan baro' di atas Islam (Al-Qur`an dan Sunnah) bukan ikatan wala' dan baro' karena seorang tokoh, pemimpin, kelompok, organisasi dan lain-lainnya.

Enam : Tidak ada fanatisme bagi orang-orang yang memakai penamaan-penamaan ini kecuali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena pemimpin dan panutan mereka hanyalah satu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berbeda dengan orang-orang yang menisbahkan dirinya ke penamaan-penamaan bid'ah fanatismenya untuk golongan, kelompok / pemimpin.

Tujuh : Penamaan-penamaan ini sama sekali tidak akan menjerumuskan ke dalam suatu bid'ah, maksiat maupun fanatisme kepada seseorang atau kelompok dan lain-lainnya.

Lihat : Hukmul Intima` hal 31-37 dan Mauqif Ahlus Sunnah wal Jama'ah 1/46-47.

Menyedihkan!!!


MUFTI PAHANG DARUL MAKMUR SOHIBUS SAMAHAH DATO' HAJI ABDUL RAHMAN BIN HAJI OSMAN MEMUJI PERJUANGAN SYEIKH ABDULLAH AL-HARARI AL-HABASYI, MENYIFATKAN BELIAU SEBAGAI AL-MUHADDITH DAN MENGUCAP SEKALUNG TA'ZIAH ATAS PEMERGIAN BELIAU KE RAHMATULLAH


Kenyataan Mufti Pahang SS Dato' Abdul Rahman:

" Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Pada tanggal 2hb Ramadhan 1429H bersamaan 2hb Sept 2008M telah kembali ke rahmatullah seorang ulama bahkan pejuang Islam iaitu Syeikh Abdullah Al-Harari. Saya menyifatkan Syeikh Abdullah Al-Harari sebagai seorang ulama Al-Muhaddith pakar hadith yang sukar dicari ganti setelah pemergian beliau.Beliau merupakan ulama yang tidak gerun dengan musuh Islam dek kerana hujjah-hujjah dan dalil sentiasa berada dalam gengaman ulama seperti beliau. Saya sendiri dan mewakili seluruh umat Islam di Negeri Pahang Darul Makmur Malaysia merasai sedih dan mengucapkan ta'ziah kepada ahli keluarga dan anak-anak muridnya di atas pemergian As-Syeikh Al-Muhaddis Abdullah Al-Harari Al-Habasyi. Semoga Allah menempatkan beliau bersama para Ambiya', syuhada' dan solihin ".

* Sumber dipetik dari perutusan ta'ziah yang dihantar sendiri oleh SS Dato' Abdul Rahman Mufti Negeri Pahang kepada wakil rasmi Jam'iyyah Al-Masyari' Al-Khoiriyyah Al-Islam Beirut Lubnan pada hari Rabu, 3hb Sept 2008M, jam 12:52TGH-MLM waktu Malaysia

Saturday, November 15, 2008

Bahaya Al Ahbash!!!!



SEKILAS BIOGRAFI TENTANG FIRQOH AL-AHBASH

Pengasas firqah ini bernama Abdullah bin Muhammad Asy-Syaibani Al-Badri. Dia dilahirkan di kota Harowi, Habasyah (Ethiopia). Penyimpangan dan keanehannya mulai nampak ketika berguru kepada Syaikh Syarif di daerah Jummah. Di tempat inilah dia di bai’at ala Thariqah Tijaniyah. Kemudian dia di bai’at lagi menurut Thariqah Rifa’iyyah setelah berguru kepada Mufti As-Siraj.

Dia berhijrah ke Lebanon, Syria dari negaranya, Habasyah pada tahun 1969M, atau pada tahun 1950M –menurut para pengikutnya-.

Di sana, ia dikenal sebagai Syaikhul Fitnah atau Syaikhul Fattaan. Yang artinya penebar fitnah. Ini disebabkan ia melakukan kerjasama dengan penguasa zalim yang bernama Nizham Hilasiilasi, untuk menangkap para da’i dan syeikh yang ada di Syria. Karenanya banyak para da’i dan masyayikh yang terpaksa melarikan diri ke Mesir atau ke Saudi Arabia.

Sementara keberadaannya di Lebanon, dia banyak menebarkan permusuhan, kebencian dan fitnah di antara kaum Muslimin. Dia menyebarkan aqidah yang rosak, dipenuhi dengan kesyirikan. Juga mengajarkan pemikiran Jahmiyah dalam mentakwilkan sifat-sifat Allah. Selain itu, menyemaikan ajaran Murji’ah, Jabariyah, Shufiyah, Bathiniyah, Rafidah,

mencela para sahabat, menuduh Aisyah R.A berbuat maksiat, dan berbagai fatwa-fatwa lain yang menyimpang.Pada akhirnya, ajaran-ajaran itu banyak melahirkan orang-orang yang ta’ashub (fanatik buta). Sehingga mereka tidak melihat seseorang sebagai muslim, jika orang tersebut belum mengikhlaskan diri dan tunduk kepda aqidah guru dan kelompok mereka.Mereka bersungguh menyebarkan ajarannya. Yaitu dengan cara mengetuk pintu setiap rumah penduduk, mendesak orang-orang untuk mempelajari aqidah mereka yang sesat tersebut. Bahkan juga dengan membagikan buku-buku guru-guru mereka secara percuma

.Penyebaran firqah ini sangat luas, menyebar dan berkembang di daerah Lebanon, Eropah, Amerika, Kanada, Australia, Sweden dan Denmak. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz mengingatkan kita dengan perkataan beliau rahimahullah, bahwa Al-Ahbash merupakan kelompok sesat, dengan pemimpinnya yang bernama Abdullah Al-Habasyi, yang terkenal dengan penyempangan dan kesesatannya. Wajib bagi kita untuk memutuskan diri dan mengingkari aqidah mereka yang batil, serta memperingatkan orang-orang darinya, untuk tidak mendengar dan tidak menerima apa yang mereka katakan


PEMIKIRAN DAN AQIDAH FIRQOH AL-AHBASY

[1]. Mereka mengaku berada di atas madzhab Imam Syafie, baik dalam masalah aqidah ataupun fiqh. Tetapi pada kenyataannya, mereka sangat jauh dengan pengakuan yang mereka katakan. Bahkan mereka berani mentakwilkan sifat-sifat Allah dengan tanpa kaidah yang benar menurut syar’i. Mereka menatkwilkan istiwa Allah dengan istiilaa sebagaimana takwil yang telah dilakukan oleh orang-orang Mu’tazilah dan Jahmiyah.

[2]. Mereka mengatakan, bahwa lafazh Al-Qur’an adalah dari Jibril, bukan dari Allah. Anggapan yang sembrono ini tercantum dalam kitab mereka yang berjudul ‘Izharul Aqidah As-Suniyah, halaman 591.

[3]. Dalam masalah iman, mereka mengatakan bahwa iman seseorang selamanya akan sempurna dan tidak akan pernah rosak, walaupun orang tersebut tidak pernah menegakkan rukun-rukun Islam yang ada. Pendapat seperti ini termasuk dari aqidah Murji’ah Jahmiyah.

[4]. Dalam bab Tauhid, mereka seperti Jabriyah yang meyakini bahwa Allah lah yang telah mendorong orang kafir melaksanakan kekafirannya. Seorang hamba tidak mempunyai kuasa atau kemampuan untuk menolaknya. Pendapat seperti ini, jelas sangat keliru, karena menurut pandangan Ahlus sunnah wal Jama’ah, setiap manusia mempunyai kehendak untuk memilih jalan kebenaran dan kesesatan, sebagaimana manusia juga bisa memilih yang baik untuk kehidupan dunia mereka

.[5]. Mereka menganjurkan kepada manusia untuk beribadah ke kuburan, meminta pertolongan dan hajatnya kepada orang-orang yang telah meninggal. Bahkan firqah Al-Ahbasy ini berkeyakinan, bahwa orang yang telah meninggal akan keluar dari kuburan untuk menolong manusia, kemudian akan kembali lagi setelahnya. Disamping itu, firqah sesat ini juga membolehkan manusia untuk meminta perlindungan kepada selain Allah dan meminta barakah kepada batu.

[6]. Kelompok ini banyak merajihkan hadits palsu untuk menguatkan madzhab mereka dan sebaliknya, mereka melemahkan hadis shahih yang bertentangan dengan ajaran mereka.

[7]. Mereka banyak mencela para sahabat Nabi S.a.w, seperti Muawiyah, Aisyah, Khalid bin Walid. Menurut anggapan kelompok ini, orang-orang yang ikut bersama Mu’awiyah untuk melawan Ali, maka mereka meninggal dalam keadaan Jahiliyyah.

[8]. Mereka juga mengkafirkan banyak para ulama. Misalnya : Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim. Ibnu Kathir, Imam Adz-Dzahabi, Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Nashiruddin Al-Albani, dan sebagainya.

[9]. Mereka juga banyak mengeluarkan fatwa-fatwa yang menyempang. Sebagai contoh : melihat, berikhtilat, dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram adalah halal, wanita yang berhias dan tabarruj boleh keluar rumah walaupun tidak dizinkan oleh suaminya.Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan mereka yang harus diwaspadai


SUMBER PEMIKIRAN DAN AQIDAH FIRQAH AL-AHBASY

[1]. Dalam masalah sifat-sifat Allah, firqah ni menganut mazhab Al jahmiyah.

[2]. Dalam masalah iman, mereka menganut pemikiran Murji’ah dan Jahmiyah

[3]. Dalam beribadah, mereka menggunakan nama-nama thariqah yang ada ada dalam Islam, semisal thariqah Ar-rifa’iyah dan Naqsabandi tetapi menyelewngkannya.

[4]. Mereka juga memiliki aqidah Ja’fariyah Al-Bathiniyah.

[5]. Pemikiran mereka juga diambil dari berbagai sumber dan macam aliran lain, yang bertujuan untuk menipu dan mengoyak persatuan umat Islam, baik dari sisi aqidah dan manhaj yang benar, yaitu menhajnya para Salafush Shalih, manhaj Rasulullah dan para sahabatnya.Contoh pendapat Abdullah al-Harari yang menyeleweng :

Ditanya kepada Abdullah al-Harari tentang hukum orang yang memohon pertolongan kepada mayat di dalam kubur dan menyeru mereka di dalam kubur seperti dia berkata Wahai Syed Badawi (orang dah mati) tolonglah aku

Al-Harari menjawab:

Ya Semua itu dibolehkan. Dibolehkan bagi seorang berkata: Tolonglah aku wahai Badawi, bantulah aku wahai Badawi.

Ditanya kepada Abdullah al-Harari: Roh-roh berada di alam barzakh bagaimana nak memohon pertolongan daripada mereka sedangkan mereka itu jauh?

Al-Harari menjawab: Allah Ta’ala memuliakan mereka dengan memperdengarkan mereka suara dari jauh sedang mereka berada di dalam kubur, maka mereka berdoa kepada yang memohon dan menyelamatkannya. Kadang-kadang mereka keluar dari kubur-kubur mereka dan menunaikan segala hajat orang yang memohon pertolongan daripada mereka kembali kembali semula ke kubur-kubur mereka…

Tidakkah mereka membaca firman-firman Allah Ta’ala di dalam al-Quran supaya memohon doa pertolongan hanya kepada Allah???

Memohon kepada makhluk yang dah mati di dalam kubur merupakan kesesatan yang nyata dan syirik kepada Allah Ta’ala. Mayat itu sendiri tidak boleh memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan tidak mampu menolak mudarat dari terkena kepada diri mereka sendiri bagaimana mungkin boleh member dan menunaikan hajat orang yang hidup….

Aqal yang sihat pun tidak boleh menerimanya kecuali mereka yang mempunyai aqal fikiran yang sempit dan bebal…

Ahbash lah yang sebenarnya musyabbihah, menyamakan Allah dengan makhluk, kerana hanya yang boleh memberi manfaat dan mendatangkan mudarat itu adalah Allah, jika sekiranya anda menyatakan makhluk juga boleh menunaikan hajat makhluk yang lain anda TELAH MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK…wal ‘iyazubillah

Demikian penjelasan singkat tentang firqah yang sesat ini. Semoga Allah melindungi kita dari tipu daya dan muslihatnya. Wallahul Musta’an.

Thursday, November 13, 2008

Hukum berdoa beramai-ramai


Tidak bid'ah. Ia dibenarkan.

Itulah jawapan yang benar mngenai hukum doa secara berjamaah.Jika ada yang menyalahi ini hendfaklah dia mendatangkan dalil.

Hukum syarak tidak pernah menghalang untuk berkumpul dan berdoa secara berjamaah. Seorang berdoa dan yang lain mengaminkannya.

Namun,ia tidak boleh dilakukan secara tetap. Ini dijelaskan oleh kata2 Imam Ahmad ketika ditanya "Adakah ditegah suatu kumpulan berkumpul sambil mereka berdoa dan mengangkat tangan mereka?"

Imam Ahmad menjawab: "Aku tidak menggapnya suatu yg dibenci, jika mereka tidak berkumpul secara berterusan."

Walaupun begitu ini hanyalah satu pandangan Imam Ahmad, namun ulamak lain mengharuskannya..nanti sambungannya

Tujuh petanda kebahagiaan dunia


Tujuh petanda kebahagiaan dunia
Dari Ibnu Abbas ra, ada 7 petanda kebahagiaan dunia, iaitu :
1.Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur
2.Al azwaaju shalihah, iaitu pasangan hidup yang soleh
3.Al auladun abrar, iaitu anak yang soleh
4.Albiiatu sholihah, iaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita
5.Al maalul halal, atau harta yang halal
6.Tafakur fi dien, atau semangat untuk memahami agama
7.Umur yang barakah - ertinya umur yang semakin tua semakin soleh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah.

Firman Allah swt. yang bermaksud:

“Ya Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat dan peliharalah kami dari seksa neraka.”
(Surah Al Baqarah: Ayat 201)

Para ulama mentafsirkan kalimah hasanah dunia dan hasanah akhirat dengan pengertian berikut:

1.Kesihatan badan dan jiwa.
2.Ilmu yang bermanafaat.
3.Amalan yang soleh.
4.Keimanan yang teguh.
5.Ikhlas beramal dan mendapat keredaan Allah.
6.Disenangi umat manusia.
7.Hidup bahagia dengan rezeki dan harta.
8.Rumah tangga yang bahagia dan mendapat anak yang soleh.
9.Selamat dari seksaan kubur.
10.Dapat masuk syurga dengan segala kenikmatan yang abadi.

Ulama hendaklah berlapang dada ketika khilaf

Ulama besar sejak zaman berzaman apabila berbeza pendapat dalam pelbagai persoalan Islam, terutamanya mengenai pendekatan fiqh dan politik, mereka masih tetap dalam ikatan ukhuwah dan saling hormat-menghormati.


Ini adalah manifestasi pemahaman ulama besar terhadap keagungan, keadilan dan kesaksamaan syariat Islam. Mereka mampu membebaskan diri daripada sikap taksub dan pelbagai dogma yang hanya menyempitkan syariat Islam. Inilah pancaran kecemerlangan ilmu ulama besar dalam menanggapi pelbagai persoalan ummah yang patut diteladani.

Sikap ini antaranya dibuktikan ulama tersohor, Prof Dr Yusuf Al-Qaradawi yang ada ketikanya berbeza pendapat – dalam beberapa masalah – dengan pemimpin utama Ikhwanul Muslimin, Hassan Al-Banna. Namun Al-Qaradawi dan Hassan Al-Banna tetap bersahabat baik, bahkan Al-Qaradawi mengkagumi kepimpinan Al-Banna dan sentiasa mematuhi arahannya. Ini bermakna perbezaan pendapat tidak sampai kepada perseteruan, kecam mengecam malah fitnah memfitnah.

Ini sikap terbuka dan gambaran jiwa besar Al-Qaradawi yang diceritakannya sendiri dalam bukunya yang terbit tahun lalu (2006- penyunting), Nahnu wa Al-Gharb – As’ilah wa Ajwibah Hadimah atau terjemahannya Kita dan Barat – Menjawab Pelbagai Pertanyaan Mengenai Islam.

Al-Qaradawi berkata, beliau tidak ragu-ragu bahawa Ikhwanul Muslimin memiliki pengaruh yang jelas dalam membentuk pemikirannya. Beliau telah mendengar nama Hassan Al-Banna ketika beliau masih bersekolah rendah di Ma’ahad Al-Azhar, Mesir. Beliau kemudian mengkagumi kepimpinan Hassan Al-Banna lalu menggabungkan diri dengan Ikhwan.

Seterusnya Al-Qaradawi mengakui memang terpengaruh dengan manhaj Ikhwanul-Muslimin dan metod Hassan Al-Banna sebagai pengasas gerakan Islam itu. Pengaruh Ikhwan ini mendorong Al-Qaradawi beralih daripada berdakwah secara sendirian kepada berdakwah secara berjemaah, yakni berada di bawah Ikhwanul-Muslimin. Daripada memberi kuliah dan berkhutbah di merata masjid secara bersendirian kepada berdakwah di bawah jemaah Ikhwan sehingga mencapai taraf pendakwah bertaraf antarabangsa.

Kata Al-Qaradawi, Ikhwanul-Muslimin membukakan cakerawala luas daripada apa yang selama ini dimilikinya. Ikhwan juga katanya, mendedahkannya kepada pelbagai macam masyarakat. Jesteru itu beliau mengakui terpengaruh dengan pendekatan Ikhwan di bawah kepimpinan Al-Banna berbanding dengan tokoh lain.

Namun begitu kata beliau, Allah SWT telah menganugerah-

kannya dengan kemampuan berfikir sendiri. Beliau tidak pernah berusaha menjadi seorang muqallid (pengikut) kepada peribadi sesiapa pun dalam membuat keputusan. Beliau tidak ingin menjadi ‘jelmaan’ daripada seseorang.

Jesteru itu kata Al-Qaradawi, walaupun beliau mengkagumi Hassan Al-Banna, tidak berusaha ‘menjadi seorang lagi Hassan Al-Banna’. Malah beliau ada ketikanya mengkritik Hassan Al-Banna dalam beberapa persoalan.

Beliau juga katanya, memiliki beberapa buah ijtihad yang berbeza dengan ijtihad Hassan Al-Banna. Pada awalnya, Dr Al-Qaradawi memang mengambil beberapa ijtihad Ikhwanul-Muslimin, tetapi “pada tahun-tahun berikutnya Alhamdulilah saya jesteru menjadi orang yang memberi kepada Ikhwanul-Muslimin”.

Barangkali kata Al-Qaradawi, Ikhwanul-Muslimin menganggapnya sebagai seorang peneliti dan mufti bagi mereka, malah beberapa pemikirannya mempengaruhi pola pemikiran Ikhwan dan menjadikannya suatu ketetapan.

Menurut Al-Qaradawi, Hassan Al-Banna juga menolak partai politik atau menyertai parti politik. Namun Al-Qaradawi menyatakan bahawa kehidupan berparti politik adalah satu keharusan di dalam Islam. Selain itu Al-Qaradawi berpendapat seharusnya ada kepelbagaian parti politik (pluralisme parti) asalkan ia berdiri atas prinsip yang benar dan halal. Sejak itu, sejak beberapa tahun Al-Qaradawi memberikan pelbagai cadangan kepada para pemimpin Ikhwanul-Muslmin, mengajak mereka kepada sikap pluralisme parti atau menerima hakikat kepelbagaian parti. Alhamdulilah , pemimpin Ikhwan, katanya, menerima dengan baik cadangannya.

Al-Qaradawi pernah bertemu dan berbincang beberapa kali dengan Sayid Qutb, salah seorang pemikir penting daripada Ikhwan. Malah beliau mengkagumi karya tokoh ini sama ada karya sasteranya mahupun tulisan dakwahnya. Tetapi apabila Sayid Qutb mengambil sikap ‘keras’, Al-Qaradawi pula mengambil sikap lain, malah mengkritik pemikiran Sayid Qutb.

Al-Qaradawi mengkritik pendapat Sayid Qutb mengenai ijtihad dan telah menghuraikannya dalam buku Al-Ijtihad fi Asy-Syarah Islamiyyah dan kemudian dilanjutkannya dalam bukunya mengenai sikapnya dalam isu takfir (kafir mengkafir).

Namun betapa pun berbeza pendapat dengan tokoh yang lain, Al-Qaradawi tetap menghormati dan mengekalkan hubungan yang baik dengan para tokoh itu, malah tetap menyokong perjuangan Ikhwanul-Muslimin. Inilah gambaran jiwa besar seorang ulama tersohor yang wajar dicontohi.

Al-Qaradawi kemudian mengkritik pemerintah sekular Barat memusuhi Islam. Mereka, katanya seperti Iblis yang engkar perintah Allah SWT untuk sujud kepada Adam a.s. kerana sombong dan angkuh.

Namun pada masa yang sama Al-Qaradawi mengkritik sesetengah masyarakat Islam sendiri yang tidak mampu meletakkan hal-hal penting untuk didahulukan. Mereka sering meletakkan hal yang amat penting di senarai yang tidak penting.

Dalam buku itu, Al-Qaradawi menyebut masalah utama umat Islam masa kini iaitu hilangnya kebebasan, hak asasi manusia. Mereka, katanya diperintah dengan tongkat penindasan dan pedang kekuasaan. Umat Islam, kata Al-Qaradawi, diperintah oleh diktator satu parti di negara umat Islam sendiri.

Menurut Al-Qaradawi, hal terburuk di dalam ‘sistem demokrasi’ di negara Arab ialah mewariskan kepimpinan dan kekuasaan anak dan keturunan mereka. “Seorang pemimpin tidak cukup memerintah selama 20 atau 30 tahun. Ia selalu ingin mewariskan pemerintahannya kepada anaknya. Dengan itu muncul sebuah sistem baru yang tidak tertulis di negara Arab iaitu ‘republik monarki’, katanya.

Al-Qaradawi dengan terus terang menyatakan bahawa penyakit di negara umat Islam ialah kezaliman atau tirani. Atau dengan kata lain kehilangan kebebasan dan demokrasi. Tokoh ulama ini berkata, umat Islam inginkan pilihan raya bebas dan bersih yang akan melahirkan Parlimen bersih yang dipilih oleh rakyat, kebebasan media tetapi penuh tanggungjawab.

Keseluruhan pandangan Al-Qaradawi dalam buku Kita dan Barat ini sangat seimbang. Di samping beliau mengkritik pemerintah Barat yang memusuhi Islam, beliau juga mengkritik dengan tajam sikap pemerintah di negara umat Islam, khususnya di negara Arab.

Ini tentunya hasil pengamatan dan pengalaman pahit beliau selama tinggal di Mesir, tempat kelahirannya dan kemudian berpindah ke Qatar sebagai mufti serta berinteraksi dengan demikian ramai pemimpin gerakan Islam di seluruh dunia.

Beliau datang ke Qatar, katanya secara alami dan dipinjamkan oleh Mesir untuk berkhidmat di Kementerian Pendidikan Qatar mengetuai Lembaga Pendidikan Agama dan bermaksud untuk tinggal di Qatar tiga atau empat tahun saja.

Namun pada tahun 1965, Presiden Mesir Jamal Abdul Nasser semasa berucap di Moskow mengisytiharkan ‘perang’ terhadap Ikhwanul-Muslimin dan sejak itu ramai anggota Ikhwan ditahan, diculik, diseksa malah dibunuh.

Beliau menetap di Qatar selama sembilan tahun dan ada permintaan kerajaan Mesir supaya beliau dihantar pulang. Namun kerajaan Qatar menolak permintaan tersebut, malah memberikan taraf kerakyatan kepadanya.

Demikianlah pandangan ulama besar yang sangat terbuka, yang mampu menjawab masalah terkini umat Islam. Sewajarnya ia menjadi contoh terbaik di kalangan pendukung gerakan Islam.

CALENDER